Sabtu, 28 Maret 2020

SOMBONG

Oleh : Shaheeda Al Fatih

Menolak kebenaran dan meremehkan orang lain baik pendapat maupun tampilan fisik merupakan salah satu sifat sombong yang tak disadari oleh seorang hamba. Terkadang ketika seseorang mengingatkan kita tentang suatu perihal, pernah terlintas dalam benak kita, siapa sih dia? Sok tau amat, tengku bukan, ulama apalagi?....

Kemudian terlontar ucapan,"ah sudahlah, itu bukan urusanmu."
Kita tidak sadari hal itu,bahwa kita telah menganggap remeh orang lain. Seolah olah kitalah yang pintar, belum lagi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan kita.

Sebuah riwayat menceritakan bahwa suatu ketika ada seseorang yang berwajah tampan menghadap kepada Rasulullah SAW., dan berkata :"Wahai Rasulullah, saya ini senang dengan keindahan. Saya telah diberi karunia sebagaimana yang engkau saksikan, hingga saya tidak senang kalau ada orang yang sandalnya lebih baik dari milikku. Apakah ini termasuk kesombongan?"
Rasulullah SAW menjawab, bukan. Kesombongan adalah menolak dan meremehkan orang lain." (HR. Abu Dawud)

Sulitnya hati untuk memberi maaf kepada seseorang, seolah dirinyalah yang terbaik di dunia ini, dan tak pernah berbuat kesalahan sehingga enggan memberi maaf dan memutuskan tali silaturrahim.
Tak sadarkah kita betapa hinanya kita yang hatinya telah dilumuri kesombongan...

Dari Abdullah bin Mas'ud ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda, "tidaklah masuk syurga orang yang dalam hatinya ada sifat sombong sebesar dzarrah". Seorang laki laki bertanya, "bagaimana dengan seseorang yang senang pakaian bagus dan sandalbyang bagus?" Beliau menjawab, "sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan Dia mencintai keindahan, takabur adalah menyalahgunakan kebenaran dan meremehkan orang lain".
(HR. Muslim)

Eloknya, tanggalkanlah segala sifat sombong yang ada dalam hati kita. Jangan ikuti kemauan hawa nafsu yang menggerogoti dan selalu membisikkan bahwa kamulah yang TER diantara mereka semua.

Sombong juga merupakan penyakit hati.
Kita hanyalah hamba, kita hidup di dunia ini bukan untuk menyombongkan diri, tapi semata mata hanya untuk beribadah kepada Allah Sang Khaaliq yang telah menciptakan kita, Allaahu yaa Muhaimin yang telah menjaga kita, Allaahu yaa Razzaq yang telah memberikan kita rezeki, Allaahu yaa Baadi yang telah menciptakan dunia dengan segala isinya yang indah ini.

Senin, 23 Maret 2020

RASULULLAH DAN LEMPARAN BATU

bismillahirrahmanirrahim

Sepeninggal Abu Thalib, gangguan kafir Quraisy terhadap Rasulullah SAW semakin besar. Beliau pun berniat untuk meninggalkan Makkah dan pergi ke Tha’if. Beliau berharap akan memperoleh dukungan penduduk setempat dan akan menyambut baik ajakan beliau untuk memeluk agama Islam. Tak lama kemudian, beliau bersama Zaid bin Haritsah, anak angkat beliau, pergi ke Tha’if.

Kabilah terbesar di Tha’if adalah Bani Tsaqif, kabilah yang berkuasa serta mempunyai kekuatan fisik dan ekonomi yang cukup memadai. Mengetahui akan hal ini, Rasulullah SAW menemui pemimpin Bani Tsaqif yang terdiri dari tiga bersaudara. Rasulullah SAW menyampaikan maksud kedatangan beliau dan mengajak mereka untuk memeluk Islam dan tidak menyembah kepada selain Allah SWT. Namun jawaban dari mereka sungguh di luar harapan beliau.

Salah satu dari mereka berkata, “Apakah Allah tidak dapat memperoleh seseorang untuk diutus selain engkau?”

Yang lainnya berkata, “Kami hidup turun-temurun di sini. Tiada kesusahan atau pun penderitaan. Hidup kami makmur, serba berkecukupan. Kami merasa senang dan bahagia. Oleh sebab itu, kami tak perlu agamamu. Juga tidak perlu dengan segala ajaranmu. Kami pun punya Tuhan yang bernama Al-Latta, yang memiliki kekuatan melebihi berhala Hubal di Ka’bah. Buktinya dia telah memberikan kesenangan di sini dengan segala kemewahan dan kekayaan yang kami miliki.”

Yang lainnya lagi berkata, “Jauh berbeda dengan ajaran yang kalian tawarkan. Penuh siksaan dan daerah yang selalu penuh dengan derita. Jelas kami menolak ajaran kalian. Bila tidak, akan menimbulkan malapetaka bagi penduduk kami di sini.”

Mendengar jawaban mereka, Rasulullah SAW berkata, “Jika memang demikian, kami pun tidak memaksa. Maaf kalau telah mengganggu kalian. Kami mohon diri.”

Mereka berkata lagi, “Pergilah kalian cepat-cepat dari sini! Sebelum kalian menyebarkan bencana besar bagi penduduk di sini. Kedatangan kalian ke sini tak bisa kami diamkan begitu saja. Mau tak mau kami harus melaporkan hal ini kepada pemimpin Bani Quraisy di Makkah sebagai mitra kami. Kami tidak ingin berkhianat kepada mereka.”

Maka Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah keluar dari rumah para pemimpin Bani Tsaqif itu. Akan tetapi, para pemimpin Bani Tsaqif tidak membiarkan mereka berdua pergi begitu saja. Di luar rumah para pemimpin tersebut, Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah dihadang oleh sekelompok penduduk kota Tha’if yang tidak ramah. Bahkan di antara kelompok itu ada beberapa anak kecil. Dengan satu aba-aba dari seseorang, sekelompok penduduk itu pun melempari Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah dengan batu. Zaid bin Haritsah berusaha melindungi Rasulullah SAW sambil pergi dari tempat itu. Mereka berdua terluka akibat lemparan-lemparan itu.

Setelah agak jauh dari kota Tha’if, Rasulullah berteduh dekat sebuah pohon sambil membersihkan luka-luka mereka. Ketika  sudah tenang, Rasulullah SAW mengangkat kepala menengadah ke atas, ia hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat mengharukan:

“Allahumma ya Allah, kepadaMu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Mahapengasih Mahapenyayang. Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Kauserahkan diriku? Kepada orang jauh yang berwajah muram kepadaku? atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Aku tidak peduli selama Engkau tidak murka kepadaku. Sungguh luas kenikmatan yang Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat. Janganlah Engkau timpakan kemurkaanMu kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya upaya kecuali dengan Engkau.”

Kemudian Allah SWT mengutus Jibril untuk menghampiri beliau. Jibril berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi di antara kamu dan penduduk kota Tha’if. Dia telah menyediakan malaikat di gunung-gunung di sini untuk menjalankan perintahmu. Jika engkau mau, maka malaikat-malaikat itu akan menabrakkan gunung-gunung itu hingga penduduk kota itu akan binasa. Atau engkau sebutkan saja suatu hukuman bagi penduduk kota itu.”

Setelah mendapatkan hinaan dan lemparan batu yang demikian menyakitkan, kemudian mendapat tawaran luar biasa dari Jibril, apa jawaban Rasulullah SAW? Ia malah terkejut dengan tawaran tersebut, lalu menjawab Jibril, “Walaupun orang-orang ini tidak menerima ajaran Islam, tidak mengapa. Aku berharap dengan kehendak Allah, anak-anak mereka pada suatu masa nanti akan menyembah Allah dan berbakti kepada-Nya.

Demikianlah kelembutan hati Rasulullah SAW. Dia manusia, tapi tak seperti manusia. Begitu mulianya pengorbanan beliau. Walaupun halangan menimpa, namun hatinya tetap tabah, penuh kelembutan dan kasih sayang. Betapa kejinya orang-orang yang menghina manusia mulia ini. Betapa jahatnya orang-orang yang menyakiti beliau. Termasuk kita..

Begitu mudahnya kita menyakiti perasaan beliau dengan meninggalkan ajarannya. Tidak tahukah kita, bahwa setiap hari, amal-amal kita akan dihadapkan kepada Rasulullah SAW? Jika amal itu baik, maka beliau pun bergembira dan bersyukur. Jika amal itu buruk, maka beliau dengan kelembutannya memohonkan ampunan kepada Allah bagi kita. Adakah pemimpin lain yang selalu memikirkan umatnya dari sejak di dunia hingga di kehidupan berikutnya selain Rasulullah SAW?

Ya Allah, ampuni kami.. Ya Rasulullah, maafkan kami…

alhamdulillahirabbilalaminReferensi:

http://alkisah.web.id/2010/03/kelembutan-sang-rasul.html

Kamis, 19 Maret 2020

HUKUM MENGGUNAKAN HAND SANITIZER YANG MENGANDUNG ALKOHOL

Tanya:
Ustadz, mohon penjelasan, apakah penggunaan alkohol untuk hand sanitizer dibolehkan karena penggunaannya termasuk obat? Bagaimana dengan yang berprofesi sebagai dokter atau nurse di RS yang biasa memakai hand sanitizer yang mengandung alkohol? (Ramadhan, Sydney, Australia)

Jawab:
Hand sanitizer (pembersih tangan) adalah cairan atau gel yang umumnya digunakan untuk untuk mengurangi agen infeksi pada tangan, misalnya bakteri, virus, dll.

Bahan utama hand sanitizer adalah alkohol (etil alkohol/etanol), yaitu satu jenis alkohol yang biasa didapatkan pada minuman beralkohol. Bahan lainnya isopropil alkohol dan propanol yang merupakan dua jenis alkohol yang biasa ditemukan dalam desinfektan. Konsentrasi alkohol pada hand sanitizer dimulai dari 30% hingga 90%. Dalam kasus Covid-19, WHO menyarankan masyarakat menggunakan hand sanitizer dengan konsentrasi alkohol 60%. Demikian sekilas fakta (manath) dari hand sanitizer. Bagaimanakah hukum menggunakannya menurut syariah Islam?

Hukum menggunakan hand sanitizer bergantung pada hukum menggunakan bahan utamanya, yaitu alkohol (etanol/etil alkohol).

Para ulama kontemporer berbeda pendapat mengenai alkohol, apakah dia najis atau suci (tidak najis).

Sebagian ulama kontemporer menghukumi alkohol itu suci berdasarkan asumsi bahwa khamr (minuman beralkohol) itu zat yang suci. (Muhammad ‘Ali al-Bâr, al-Khamr Baina al-Thibb wa al-Fiqh, hlm. 52; Shâlih Kamâl Shâlih Abu Thâhâ, at-Tadâwi bi al-Muharramât, hlm. 54).

Namun, sebagian ulama kontemporer lainnya berpendapat, bahwa alkohol itu najis, berdasarkan asumsi bahwa khamr itu zat yang najis. (Abdul Majîd Mahmûd Shalâhain, Ahkâm an-Najâsât fi al-Fiqh al-Islâmi, hlm. 253).

Walhasil, persoalan najis tidaknya alkohol, berakar pada persoalan najis tidaknya khamr. Para ulama sendiri sejak dulu berbeda pendapat mengenai najis tidaknya khamr. Jumhur ulama, di antaranya adalah ulama mazhab yang empat, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, berpendapat khamr itu najis. Sedangkan sebagian ulama lain, seperti Imam Syaukani, berpendapat khamr itu suci. (al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 40/93).

Pendapat yang rajih (lebih kuat), adalah pendapat jumhur ulama yang mengatakan khamr itu najis.

Pendapat inilah yang telah dipilih oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani.  (Ahkâmush Sholâh, hlm. 15).

Dalil ulama jumhur antara lain, khamr dikategorikan najis (rijsun) dalam firman Allah SWT :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah najis (rijsun) termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah najis itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. al-Maa`idah: 90).

Berdasarkan pendapat jumhur ulama itu, kami cenderung pada pendapat ulama kontemporer yang berpendapat bahwa alkohol itu najis. (Abdul Majîd Mahmûd Shalâhain, Ahkâm an-Najâsât fi al-Fiqh al-Islâmi, hlm. 253).

Maka dari itu, hand sanitizer dihukumi sebagai zat najis atau minimal mutannajis karena sebagian besar komposisinya adalah alkohol yang najis.

Hanya saja, penggunaan zat najis untuk keperluan pengobatan hukumnya tidak haram, melainkan makruh. (Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz III, hlm. 116). Karena Nabi SAW pernah membolehkan berobat dengan meminum air kencing unta. Padahal air kencing unta itu zat najis. (HR. Bukhari, no 231).

Kesimpulannya, penggunaan hand sanitizer meski mengandung alkohol yang najis, hukumnya boleh disertai kemakruhan. Artinya, jika menggunakan hand sanitizer yang tidak beralkohol, akan berpahala di sisi Allah.

Penggunaan hand sanitizer itu juga dibolehkan bagi dokter atau paramedis, sebagai pengobatan preventif (preventive medicine), yaitu dalam kondisi belum terkena infeksi virus, karena Islam membolehkan pengobatan preventif. (Ahmad Syauki al-Fanjari, at-Thibb al-Wiqa’i fi al-Islam). Wallahu a’lam.

Kamis, 12 Maret 2020

Sinergi antara ayah dan bunda sangat dibutuhkan dalam mendidik buah hati.

Ayah adalah figur teladan bagi  anak dan keluarga  sehingga dengan kondisi ini, pendidikan Islam akan berjalan sinergis dan mampu memberdayakan anak sehingga dapat meminimalisir berbagai problematika remaja.

Ayah perlu menenun jaring cinta agar hubungannya selalu mesra dengan anaknya, seperti membangun dialog positif dengan anak, memberi kepercayaan, cinta, dan kebebasan yang bertanggung jawab.

Sejatinya ayah memiliki tanggung jawab yang besar dalam membentuk corak dan warna anak di masa depan. Sungguh, betapa penting dan besar harapan seorang gadis yang tengah menginjak masa remaja terhadap sosok ayah yang penuh perhatian dan cinta.

Untuk para Ayah jangan pernah lupa akan keutamaan berikut, “Barangsiapa mempunyai tiga orang anak perempuan atau tiga saudara perempuan, dua orang anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu dia memperlakukan mereka dengan baik dan bertaqwa kepada Allah dalam mengasuh mereka maka baginya surga.”

"Siapa yang menanggung nafkah dua anak perempuan sampai baligh, maka pada hari kiamat antara saya dan dia seperti ini. beliau menggabungkan jari jarinya”. (HR Muslim)

Medio Maret 2020
Shaheeda Al Fatih