Jumat, 06 November 2020

CITRA, CADAR DAN SEKOLAHNYA

Citra Cadar dan Sekolahnya

Bismillah....

Hari ini saya berkunjung ke sebuah sekolah menengah pertama di sebuah kota kecil di Aceh. Kedatangan saya ke sekolah ini untuk mendapatkan kebenaran info bahwa ada seorang siswi di di sekolah ini yang mengenakan cadar.
Dan Alhamdulillah, pihak sekolah menyambut hangat kedatangan saya. Setelah mengutarakan tujuan saya, dan para dewan guru membenarkan bahwa ada seorang siswi yang bercadar. Seorang guru memanggil siswa yang bercadar tersebut.

Citra Ananda (15thn), merupakan siswi kelas IX. Citra mulai mengenakan cadarnya 4 bulan yang lalu. Apa yang memotivasi seorang Citra untuk bercadar??
Perubahan Menuju ke yang lebih baik. Itu menurutnya. Dengan cadar, Citra lebih mudah untuk mengontrol diri. Meninggalkan pentas - pentas seni yang sering Citra ikuti, kebiasaan - kebiasaan buruk yang dulu Citra anggap biasa.

Diawal bercadar, Alhamdulillah tidak ada pertentangan yang sulit untuk Citra lalui. Begitu juga dengan para teman - teman di sekolah dan dewan guru. Mereka hanya bertanya dan memastikan tentang komitmen Citra untuk bercadar. Jangan sampai cadar dijadikan trend atau hanya untuk menutupi jerawat. Cadar adalah pakaian mulia, jangan sampai Citra hinakan dengan memakainya sembarangan, dalam artian sebagai trend.

Di saat sekolah - sekolah lain siswi dilarang menggunakan cadar, Alhamdulillah Citra mendapat dukungan dan motivasi dari para dewan guru di tempatnya menuntut ilmu.

Selama ini cadar selalu diidentikkan dengan tema TERORIS. Ulah oknum yang ingin mengotori Islam. Yang ingin mendiskreditkan Islam, yang ingin menjauhkan ummat dari agamanya, hanya demi kepentingan suatu golongan.

Saya sempat menanyakan pada seorang guru yang tidak ingin menyebutkan namanya, " Apa pendapat para guru ketika melihat salah seorang anak didiknya bercadar?"
" Alhamdulillah Allah memberikan hidayah dan rahmatNya pada Citra. Mungkin dari Citra ini kami para guru semakin termotivasi untuk hijrah. Dan kami sama sekali tidak melarang, dan tidak membedakan Citra dengan murid - murid yang lain, semua kami perlakukan sama, sama seperti ketika Citra belum bercadar. Dan Citra juga jika dia terkadang agak sedikit hura - hura dengan teman - temannya, maka kami yang melihatnya, langsung menasehati Citra. Jangan sampai tingkah dia "mengotori" cadarnya.

Yah, di saat sekolah - sekolah lain melarang cadar, justru sekolah yang dikelilingi oleh bukit barisan ini, justru mendukung siswinya untuk bercadar. Tidak ada larangan ataupun intimidasi. Tidak melebelinya dengan kata TERORIS seperti orang - orang pada umumnya.

Tanggapan mereka tentang sekolah yang melarang muridnya bercadar.
Jangan memandang cadar dari sisi yang buruk. Karena sebenarnya cadar tidak memiliki sisi buruk. Janganlah termakan issue provokasi yang murahan untuk mengkriminalisasi cadar.
Tidak ada sisi buruk dari syari'at."

Kita dapat melihat dalam hadits Nabi SAW tentang wanita yang akan berihram. Rasulullah SAW  bersabda pada para wanita,

لاَ تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسِ الْقَفَّازَيْنِ

“Wanita yang berihram itu tidak boleh mengenakan niqab maupun kaos tangan.”

Sebagai bukti lainnya, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa istri-istri Nabi SAW biasa menutup wajah-wajah mereka. Di antara riwayat tersebut adalah:

🌷Dari Asma’ binti Abu Bakr, dia berkata,

كنا نغطي وجوهنا من الرجال وكنا نمتشط قبل ذلك في الإحرام

“Kami biasa menutupi wajah kami dari pandangan laki-laki pada saat berihram dan sebelum menutupi wajah, kami menyisir rambut.”

🌷Dari Shafiyah binti Syaibah, dia berkata,

رَأَيْتُ عَائِشَةَ طَافَتْ بِالْبَيْتِ وَهِيَ مُنْتَقَبَةٌ

“Saya pernah melihat Aisyah melakukan thawaf mengelilingi ka’bah dengan memakai cadar.”

🌷Dari Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata,

لما اجتلى النبي صلى الله عليه وسلم صفية رأى عائشة منتقبة وسط الناس فعرفها

“Tatkala Nabi SAW memperihatkan Shafiyah kepada para shahabiyah, Beliau  melihat Aisyah mengenakan cadar di kerumunan para wanita. Dan Beliau mengetahui kalau itu adalah Aisyah dari cadarnya.”

Lalu apakah  hukum mengenakan cadar itu? Apakah wajib atau sunnah?

Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang-orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilababnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak digangggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab : 59).

Jadi, Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai wanita setelah memakai khimar, dalam artian jilbab adalah yang biasa kita sebut dengan gamis. Sedangkan khimar adalah penutup kepala atau kerudung, atau biasa kita sebut dengan jilbab...

Dalam surah yang lain, Allah SWT juga berfirman,

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya.” (QS. An Nuur 24: 31).

Berdasarkan tafsiran Ibnu ‘Abbas bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.

Dari tafsiran yang shahih di atas dapat disimpulkan bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah sunnah (dianjurkan).

Setelah kita ketahui bahwa hukum menutup wajah adalah sunnah, walau demikian tetap seorang muslim tidak boleh mencela orang yang bercadar. Karena sudah terbukti bahwa menutup wajah bagi muslimah termasuk ajaran Islam sehingga tidak boleh dicemooh apalagi dilarang.
Wallaahu'alam Bishshsawab 😊

Banda Aceh.., 2018

Dalam buku, 

(Lupa judul bukunya)

Selasa, 03 November 2020

Rangkuman Thariqul Iman ( Jalan Menuju Iman )

Pengaruh Pemikiran Terhadap Kebangkitan

Bangkitnya manusia tergantung pemikiranya tentang manusia (al insan), kehidupan (al hayah) dan alam semesta (al kaun), serta hubungan ketiganya dengan apa apa yang ada sebelum kehidupan di dunia ini dan apa apa yang ada sesudah kehidupan dunia. Oleh karena itu harus ada perubahan yang mendasar dan menyeluruh terhadap pemikiran manusia dewasa ini, untuk kemudian diganti dengan pemikiran lain agar ia mampu bangkit, sebab pemikiranlah yang membentuk pemahaman terhadap segala sesuatu serta yang memperkuatnya. sedangkan manusia selalu bertingkah laku sesuai dengan pemahamannya tentang kehidupan.

Sebagai contoh pemahaman seseorang terhadap orang yang dicintainya akan membentuk perilaku terhadap orang tersebut yang tentu berlawan dengan perilaku terhadap orang lain yang dibencinya, dimana ia memiliki pemahaman kebencian terhadapnya. Berbeda lagi sikap perilakunya terhadap orang yang sama sekali belum dikenalnya, dimana ia sendiri belum memiliki pemahaman apapun terhadap orang tersebut. Demikianlah perilaku manusia selalu berkaitan erat dengan pemahamannya. Oleh karena itu, apabila kita hendak mengubah tingkah laku manusia yang rendah menjadi luhur (sebagai hasil kebangkitan), maka tidak ada jalan lain kecuali harus mengubah pemahamannya terlebih dahulu. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam surat Ar Ra’d ayat 11 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri merubah apa yang ada pada diri mereka”

Fikrah Kulliyah sebagai Aqidah Dan Pemecah Uqdatul Qubra

Satu satunya jalan untuk merubah pemahaman seseorang adalah dengan mewujudkan suatu pemikiran tentang kehidupan dunia sehingga dapat terwujud pemahaman yang benar akan kehidupan tersebut pada dirinya. Namun, pemikiran yang demikian tidak akan mengkristal secara produktif, kecuali apabila terbentuk dalam dirinya pemikiran tentang alam semesta, manusia dan kehidupannya; tentang apa saja yang ada sebelum kehidupan di dunia dan apa saja yang ada sesudahnya; serta hubungan ketiga unsur dunia itu dengan hakikat dari apa apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan di dunia. Semua itu dapat dicapai dengan dengan memberikan kepada manusia pemikiran yang menyeluruh (fikrah kulliyah) tentang apa yang berdiri dibalik alam semesta, kehidupan dan manusia. sebab pemikiran menyeluruh ini yang akan menjadi landasan berfikir (qa’idah fikriyah) yang dapat melahirkan seluruh cabang tentang kehidupan dunia. Memberikan pemikiran yang menyeluruh mengenai tiga unsur tadi merupakan pemecahan “uqdatul qubra” pada diri manusia. Apabila uqdatul qubra ini teruraikan, maka terurailah berbagai masalah lainya. sebab, seluruh problem kehidupan manusia pada dasarnya merupakan bagian atau cabang dari uqdatul qubra tadi. Namun demikian, pemecahan tersebut tidak akan menghantarkan kita pada kebangkitan yang benar (nahdhah shahihah), kecuali apabila pemecahannya itu sendiri adalah benar, yaitu pemecahan yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal sehingga memberikan ketenangan hati.

Pemecahan Yang Benar Dengan Fikr Mustanir

Pemecahan yang benar itu tidak akan dapat ditempuh kecuali dengan fikr mustanir, yaitu pemikiran yang dalam dan cemerlang tentang alam semesta, manusia dan kehidupan. Karena itu, bagi mereka yang menghendaki kebangkitan dan menginginkan kehidupan berada pada jalan yang mulia, mau tidak mau mereka harus terlebih dahulu memecahkan uqdatul qubra ini secara benar dengan melalui fikr al mustanir. Pemecahan itu adalah aqidah sekaligus merupakan landasan berpikir yang melahirkan setiap pemikiran cabang tentang perilaku manusia di dunia dan serta peraturan peraturan hidup.

Aqidah Islam Menjawab Siapa Di Balik Ketiga Perkara

Islam telah menangani uqdatul qubra ini. Islam memecahkannya untuk manusia dengan pemecahan yang sesuai dengan fitrah manusia, benar benar memuaskan akal serta memberikan ketenangan jiwa. Islam menjadikan prosedur masuk Islam tergantung dari pengakuan seseorang terhadap pemecahan ini, yaitu pengakuan yang betul betul muncul dari akal. Oleh sebab itu, Islam dibangun diatas satu dasar yaitu aqidah. Dan aqidah tersebut menjelaskan bahwa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan terdapat pencipta (al khaliq) yang telah menciptakan segala sesuatunya dari tidak ada menjadi ada. Ia bersifat wajibul wujud atau wajib adanya. Dia bukan makhluq. Jika tidak demikian, bagaimana pula Ia menjadi khaliq. Sifatnya sebagai pencipta memastikan bahwa dirinya memastikan Dia bukanlah makhluq, serta dengan pasti pula Dia mutlaq adanya, karena adanya segala sesuatu menyandarkan wujud atau eksistensi kepada dirinya. Sementara Ia tidak bersandar pada apapun.

Lemah dan Terbatasnya Ketiga Unsur Itu Butuh Pencipta

Bukti bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya pencipta yang menciptakannya, sesungguhnya dapat diterangkan sebagai berikut:

Bahwa segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal manusia terbagi kedalam tiga unsur, yaitu manusia, alam semesta dan kehidupan.

Ketiga unsur ini bersifat terbatas (mahdud). Sehingga benda benda tersebut bersifat lemah, serba kurang, serta membutuhkan kepada yang lain.

Manusia terbatas sifatnya, karena ia tumbuh dan berkembang dalam batas tertentu yang tidak dapat dilampauinya lagi. Maka, jelas bahwa manusia bersifat terbatas.

Kehidupan bersifat terbatas karena penampakannya bersifat individual semata. Bahkan apa yang kita lihat menunjukkan bahwa apa yang ada di kehidupan ini berakhir pada satu individu saja.
Maka, jelas bahwa kehidupan ini bersifat terbatas.

Alam semesta pun bersifat terbatas. Sebab alam semesta merupakan himpunan dari benda-benda angkasa yang setiap bendanya memiliki keterbatasan. Himpunan segala sesuatu yang terbatas tentu terbatas pula sifatnya. Jadi, alam semesta pun terbatas sifatnya.

Kini jelaslah bahwa manusia, kehidupan dan alam semesta ketiganya bersifat terbatas.

Asal Usul Pencipta: Wajibul Wujud (Wajib Adanya)

Apabila kita memperhatikan kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, kita akan menyimpulkan bahwa semuanya tidak “azali” . Sebab bila bersifat azali tentu tidak akan bersifat terbatas. Dan segala yang terbatas itu mesti diciptakan oleh “Sesuatu yang lain”. “Sesuatu yang lain inilah yang menciptakan manusia, kehidupan dan alam semesta.

Ada tiga kemungkinan asal usul Sang Pencipta itu:
1. Ia diciptakan oleh yang lain.
2. Ia menciptakan dirinya sendiri.
3. Ia bersifat azali yakni wajibul wujud atau wajib adanya.

Kemungkinan bahwa Ia diciptakan oleh sesuatu yang lain adalah kemungkinan yang bathil atau salah, tidak dapat diterima akal sehat. Sebab, itu berarti ia bersifat terbatas. Sama bathilnya dengan kemungkinan yang menyatakan bahwa ia menciptakan dirinya sendiri. Sebab, jika demikian ia sebagai makhluq dan khaliq pada waktu yang bersamaan. Suatu hal yang jelas jelas tidak dapat diterima oleh akal sehat. Oleh karena itu al khaliq haruslah bersifat azali yaitu wajibul wujud alias wajib adanya. Dialah Allah SWT.

Pengamatan Alam, Manusia, dan Kehidupan menemukan al khaliq yang Menciptakannya.

Sesungguhnya siapa saja yang mempunyai akal akan mampu membuktikan (hanya dengan adanya benda benda yang dapat diinderanya) bahwa  di balik benda benda itu pasti terdapat pencipta yang telah menciptakannya. Sebab fakta menunjukkan bahwa semua benda itu bersifat serba kurang, sangat lemah dan membutuhkan kepada yang lain. Hal itu secara pasti menunjukan bahwa segala sesuatu yang ada itu hanyalah makhluq belaka.

Oleh karena itu, untuk membuktikan adanya al Khaliq yang Maha Pengatur ( al khaliq al mudabbir) , sebenarnya cukup hanya dengan menarik perhatian manusia agar terfokus kepada benda benda yang ada di alam semesta, fenomena kehidupan dan dirinya sendiri.

Dengan mengamati salah satu planet yang ada di alam semesta atau dengan merenungi fenomena kehidupan atau meneliti salah satu bagian dari diri manusia, tentulah akan kita dapati bukti nyata (dilalah qath‘iyyah) dan meyakinkan akan adanya Allah SWT. Oleh karena itu, kita jumpai al Qur'an menarik perhatian dan menyeru manusia untuk memperhatikan benda benda yang ada di sekitarnya, memperhatikan apa saja di seputar objek tersebut, dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan objek tersebut agar dapat membuktikan adanya Allah SWT.

Sebab, dengan mengamati benda benda tersebut, bagaimana benda benda itu membutuhkan yang lain, akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti akan keberadaan Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur.

Dalam al Qur'an telah dipaparkan ratusan ayat yang berkenaan dengan hal ini, antara lain firman firman Allah SWT:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang orang yang berakal“. (QS. Ali Imran 190)

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah diciptakanNya langit dan bumi serta berlain-lainannya bahasa dan warna kulitmu”. (QS. Ar Rum 22)

“Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan?”. (QS. At Thariq 17-20)

“Hendaklah manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang memancar, yang keluar antara tulang sulbi laki-laki dengan tulang dada perempuan” (QS At Thariq 5-7)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang . Berlayarnya bahtera di laut yang membawa apa yang berguna bagi manusia. Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Ia menghidupkan bumi sesudah matinya (kering). Dan Ia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya semua itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan”. (QS. Al Baqarah 164)

Banyak lagi ayat serupa lainnya, yang mengajak manusia untuk memperhatikan benda benda dengan cara yang mendalam, melihat apa yang ada di sekelilingnya, dan memperhatikan segala yang berhubungan dengan keberadaan dirinya. Agar dengannya manusia bisa mendapatkan bukti untuk argumentasi akan adanya Pencipta Yang Maha Pengatur (al Khaliq al Mudabbir),  sehingga dengan demikian imannya kepada Allah SWT menjadi iman yang mantap, yang berakar pada akal dan bukti yang nyata.